Kentut Adalah Anugerah

Posted: November 25, 2008 in Rindu Teras Kamar
Tag:

Prat, pret, prot, dut, dut, beuleudug, bau… Ke arah mana pun hitut dibuang. Hitut pasti menyerang irung yang mengakibatkan impotensi dalam mencium, dan dapat mengakibatkan gangguan persahabatan. Intinya “TEU SOPAN ANJINK !!”. Ach tapi find-find aja ko kalo kita kentut sembarang. Dari pada teu bisa hitut atau hitut dina irung. Toh kentut masih mending keluar berupa gas yang berbau belerang dioplos bukur ngucur. Dari pada hitut yang pas hitut kaluar tipi 21 inci ditambah doorprice.

Coba bayangin kalo kita ga bisa kentut. Pasti bakal ngulibeuk tuh angin di perut kita. Kentut itu gas hasil dari pembakaran zat-zat makanan yang ada di tubuh kita. Sedikit beraroma menyegarkan karena merupakan aroma sampah sisa pembakaran tadi. Tapi ada juga yang kentut karena masuk angin. Ya jelas angin juga pas udah masuk ke dalam tubuh kita pengen keluar lagi. Angin bisa masuk lewat mulut, hidung, dan rongga-rongga kulit. Tentunya keluar lagi lewat bujur karena di atas lubang bujur ada tulisan EXIT!!. Jadi aja hitut keluar lewat bujur! Hahaha…

Kentut ada banyak jenisnya. Ada yang bersuara dut, pret, sampe ke suara peusss. Kalo yang dut itu bersuara keras karena adanya gesekan saat mau keluar. Ditambah tekanan orang yang mau kentut itu sendiri. Istilahnya mah NGAHEUJEUN !!. Tapi biasanya kentut seperti ini ga bau, tapi kalo kentut di depan orang pake kentut seperti ini bisa bikin yang denger nyeuri hate pisan. Apalagi kalo kentutnya di depan beungeut pisan.

Beda lagi kalo kentut suarany pret. Biasanya keluar sama bukur-bukurnya. Alias kecepirit. Ditambah lagi bisa bikin pantat panas. Hahahah! Nah kalo kentut yang suaranya peussss baunya menta ampun. Emang ramah polusi suara karena ga bikin gaduh, tapi bau na eta, polusi udara. Kalian tau kenapa global warming terjadi? Di antaranya yak arena bau hitut yang semerbak pikahanyingeun. Tapi kentut adalah sebuah anugrah. Coba bayangin kalo kita ga bisa kentut. Bisa masuk rumah sakit kita.

Beasiswa Bukan Bea Hidup

Posted: Juni 3, 2010 in Artikel Umum
Tag:

Secercah harapan saat berada pada jalan buntu kemudian menemukan pencerahan. Mungkin itulah yang dapat menjelaskan bagaimana rasanya seorang mahasiswa yang tidak mampu mendapatkan kucurang dana segar untuk biaya pendidikannya. Itulah esensi beasiswa yang sebenarnya. Untuk membiayai kegiatan akademik yang mereka sedang jalani. Bukan sekedar hadiah dari bungkus makanan ringan yang kadang-kadang tertulis anda kurang beruntung dan meminta untuk coba kembali.

Sudah menjadi polemik berkepanjangan, dimana beasiswa digunakan untuk memperkaya diri. Mungkin sebagian dari mereka yang ingin memperkaya diri itu kurang mengerti akan esensi dari beasiswa. Atau bahkan tahu namun tidak peduli akan itu. Dilemma antara sisi ketidakpuasan manusia dan rasa kemanusiaan mereka. Lihatlah sudut kota Bandung, dimana sebuah kampus berdiri megah. Kampus Islami namun penuh intrik. Manusiawi namun tidak mengerti arti kemanusiaan. Tentunya untuk sebagian pihak. Disini beasiswa menjadi ajang memperkaya diri. Banyak manuver yang dilakukan oleh setiap manusia untuk mendapatkan kesempatan uang dingin.

Sungguh ironi jiga dana bantuan yang seharusnya diperuntukan pada mahasiswa yang benar-benar tidak mampu namun dijatahkan untuk sekelompok mahasiswa tertentu yang aktif pada organ tertentu. Kesenjangan terjadi ketika satu mahasiswa yang tidak layakk mendapatkannya secara berkelanjutan mendapatkan beasiswa secara berulang. Dan tidak objektif saat dana bantuan jalur prestasi masuk ke kantong mahasiswa yang jarang mengikuti perkuliahan.

Inilah awal kehancuran moral Indonesia. Dimana tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dan tidak mendapatkan sesuai porsinya. Dana bantuan ini diberikan pemerintah pada universitas yang kemudian disebarkan oleh pihak kampus pada mahasiswa yang benar-benar membutuhkan dan pantas mendapatkannya. Jalur efektifitas terputus karena munculnya kepentingan masing-masing.

Perumpamaannya ketika isu pembukaan pendaftaran beasiswa tidak transparan. Transparansi menjadi kabut tebal saat sebuah kepentingan menghalanginya. Saat isu tersebut muncul hanya segelintir orang yang mengetahuinya. Dan jatah beasiswa yang seharusnya diberikan tepat sasaran telah dialokasikan untuk pihak terentu. Dan lihatlah ketika orang picik yang mengetahui isu itu lebih awal. Setidaknya dia akan mendaftarkan diri terlebih dahulu lalu menyebarkannya. Proyek individualisme. Oportunis ketika diri sendiri menjadi prioritas.

Dimana letak lembaga kampus yang menaungi kemahasiswaan?. Yang seharusnya menjadi tempat sandar dan membuka sandaran bagi mahasiswa tidak mampu. Dimana peran sebuah himpunan yang menjadi tempat tinggal untuk mahasiswa tersebut?. Tidak adakah simpatik jika mengenai uang?. Manusiawi memang, namun buatlah hidup kita lebih bermakna untuk mengerti keadaan orang lain. Buatlah hidup kita lebih berguna untuk tidak menguntungkan diri sendiri. Dan bijaksanalah pada kedudukan.

Bagaimana seharusnya kita menyikapinya?. Tentunya kita harus berusaha professional dalam menjalani tanggungjawab apa yang diberikan Tuhan. Biarkan dana itu tersalurkan semestinya dan tidak tersendat untuk kalangan atas. Dan sedikit kita mengaca pada diri sendiri. Dimana letak hak kita untuk mendapatkannya. Tidak perlu ada jatah alokasi rutin, dan biarkan orang yang berhak mendapatkannya. Bukakan pintu untuk “mereka” mendapatkan kesempatan bangkit dari keterbatasan.

Hukum Rimba Sat Pol PP

Posted: Juni 3, 2010 in Artikel Umum
Tag:

Sebersit tanya sepintas ketika dewasa ini sering terlihat kekerasan salah satu aparat dalam melakukan penertiban fasilitas umum atau kasus persengketaan. Seringkali perlakuan para aparat terlihat melebihi batas. Banyak media-media dengan vulgar menampilkan kekerasaan aparat dalam menangani warung remang-remang, rumah liar, sengketa tanah, atau pun pedagang-pedagang kaki lima.

Satuan Polisi Pamong Praja, atau yang biasa kita sebut SatPol PP. Maksudnya tentu untuk melakukan penertiban fasilitas umum, dan buah hasil akhir dari hukum yang membutuhkan eksekusi akhir. Dimana SatPol PP menjadi jalan akhir ketika negosiasi alot berakhir absurb. Namun manuver-manuver yang dilakukan oleh mereka terkadang melebihi batasan HAM.

Ingat ketika disebuah media diperlihatkan pembersihan pedagang kaki lima di Jakarta. Kawasan Tanah Abang yang telah menjadi rencana jangka panjang Pemkot DKI untuk dijadikan kawasan trading menengah keatas. Saat emosi melebihi cara persuasif, kekerasan pun menjadi jalan lain. Media itu menggambarkan dimana seorang ibu renta digusur aparat karena melawan penghancuran jongko dagangnya. Sungguh ironi.

Dimana letak teritori SatPol PP sebenarnya? Apakah berhak melakukan eksekusi pada setiap kasus tertentu? Apakah SatPol PP dilindungi oleh undang-undang?

Menurut undang-undang, ada beberapa lembaga yang berhak melakukan penegakan hukum. Lembaga-lembaga itu ialah, POLISI, TNI, badan yudikatif, dan pegawai negeri sipil yang bernaung pada instansi hukum. Tentunya jika kita melihat dari undang-undang yang kita anut, tidak ada celah yang mengarah pada kewenangan SatPol PP.

SatPol PP tidak berada dalam naungan sebuah instansi yang tertera dalam undang-undang. Mereka bukanlah POLISI, bukan TNI, bukan badan yudikatif, bahkan mereka bukanlah pegawai negeri sipil. SatPol PP merupakan tenaga honorer yang direkrut oleh pemerintah kota dalam menjalankan pemeliharaan kota. Dengan adanya otonomi daerah dan wewenang pemkot untuk menjalankan aturannya sendiri, memungkinkan setiap pemkot mempunyai sistem penertibannya sendiri.

Jika ditelaah lagi, maka patut dipertanyakan dimana hak hukum SatPol PP dalam wewenangnya menghancurkan barang pribadi? Apakah mereka tetap mempunyai hak untuk ikut melenyapkan barang pribadi demi fasilitas umum?

Rancu memang jika melihat ini. Hingga saat ini terasa sistem seperti ini sangat menekan bagi warga negara yang tidak tahu menahu masalah detil hukum. Hanya dengan bermodalkan seragam, berbadan tegap, dan topi baret maka mereka berhak melakukan penegakan hukum. Dan bahkan warga negara dijadikan takut untuk bernegosiasi persuasif. Arogansi pemerintah memakan korban warga kecil.

Setidaknya masyarakat harus mengerti bahwa ketika SatPol PP bertindak melebihi batas HAM, mereka dapat menuntutnya. Karena teritori mereka yang tidak berada dalam wewenang penegak hukum. Perlunya pemahaman yang lebih dalam mengenai siapa yang berwenang dalam penegakan hukum.

Idealis Praktis

Posted: Juni 3, 2010 in Rindu Teras Kamar

Sepraktis kalo kita lagi mules, kita tinggal nyari jamban buat setor cicilan rutin. Sepraktis kalo ngorong tinggal masukin jari cingir. Sepraktis ketika kita cengar-cengir ketika kita sedang dilihatin cewe bohay. Ahai asa artis budak bandar leutak nu benghar pisan.

Well, idealis itu ketika kita berada dimoment peneguhan bahwa kita benar, dan melakukan apa yang menurut kita itu benar. Tanpa memikirkan bagaimana sudut pandang orang lain. Ketika kita beranggap interprestasi orang lain tantang sebuah hal itu salah jika bertentangan dengan prinsip kita. Bagaimana pun attitude kita, kita mengganggap itu benar.

Wah beurat euy lamun kita udah bicaraain tentang sebuah idealis tertentu. Moal beak tilu rebo, kaburu lapar manten. Tapi gimana cara kita menjalani hidup penuh prinsip dengan sepraktis mungkin. Ga perlu terlalu keras, tapi biarkan BEBAS. Bebaskan BRAAAAYYYY !!

Kumaha lamun kita sedikit bersenang-senang dan ngebuka imajinasi kita sejenak. Bebaskeun we lah. Hmmm idealis yach. Bayangkeun lamun idealis itu dijajakan di sebuah swalayan. Berada di sudut toko dengan di tutup plastic tipis pelindung. Ya, hamper mirip buah-buahanlah yang di simpan di tempat pendingin biar selalu fresh. Di tempat tersebut tersedia berbagai macam idealis instans dengan keunggulannya masing-masing.

Ada idealis tempe, yang kalo disimpan terlalu lama bisa bulukan. Ada juga idealis rasa cau (-red pisang). Idealis yang mentalna jiga cau. Mau yang sedikit segar, ada idealis cap daun genjer. Dengan kehijauannya tapi lamun ditunda na di mana wae bisa rea cacingan. Beuh…

Intina idealis itu praktis, ga perlu terlalu berat. Ga perlu nyusahkeun sorangan jeung batur. Da teu lucu atuh idealis seperti itu. Gimana kita meletakannya pada tempat yang bersuhu dingin, bukan di tempat panas yang di penuhi emosi. Hal yang diawali rasa marah akan berbalik menjadi rasa malu. Cerna lebih dalam. Gunakan idealis kita yang beragam dalam konteks yang tenang dan santai. Dinginkan kepala, maka prinsip akan terjaga kesegarannya. Ga ada batas expired.. Wkwkwkwkwk.

Menembus Batas

Posted: Juni 3, 2010 in Rindu Teras Kamar

Ketika sebuah batas menghalangi segala usaha dan cita kita, maka tembus saja bray. Sateuas-teuasna besi portal, anggeur bisa dikolongan. Artinya kita masih bisa ngelewatin semua penghalang tujuan kita. Setuju ??? SaaaTuuuJaaa !!!

Batas. Hmm apa itu batas. Limit, atau sebuah posisi dimana kita ga bisa melawit itu. Sebuah proteksi atas sebuah manuver berlebihan. Law, attitude, norm, ended road, atau apalah kata yang lebih simpel untuk menjelaskan makna batas. Entah seperti ketika kita nga-lebok sangu, kita hanya dapat memasukan segala bentuk kadahareun sekuat lambung kita dapat menampung. Eta tah simpelna batas. Intina mah waktuna eureun.

Tapi jang hal anu menyangkut pada sesuatu keinginan atau usaha segala batasan dapat diterobos. Ini berlaku juga pada hal-hal yang ga penting, karena yang ga penting aja bisa diterobos, apa lagi yang penting.

Ga ada batasan bray. Deuk hitut sapuasna oge bebas, asal siap diteunggeulan we mun hitutna kaluar bedog. Ga ada batasan untuk teriak bebas, asal siap dialungan batu bata we lamun ngajorowok maneh ngagandengan tatanga nu nyeuri huntu.

Segalanya ga ada batasan. Hanya ada norma dan akibat yang akan mengikuti segala hal yang akan kita lakukan. Everything have some risk. Tinggal kita gimana ngehadapinnya. So, jangan takut pada batasan eksternal maupun internal. Karena kita bisa dan harapan itu selalu ada. Apapun feedback dari semuanya hanyalah gambling. Karena hidup itu gambling, tinggal nyali dan keyakinan kita. Teruskeun bray, sakuat maneh, sabisa maneh!! HAHAHAHAHA.

Morning Pen

Posted: Juni 3, 2010 in Ocehan Kloset
Tag:,

Setelah beres mengerjakan segala tugas untuk besok, sekarang waktunya untuk sedikit menghela nafas. Waktu menunjukan pukul 05:03 pagi. Mata ini dipaksakan terjaga, ditemani perut keroncongan yang kadang terdengar seperti hentakan music metal. Padahal itu hanyalah suara cacing yang menggerogoti simpanan makanan di perut. Dasar cacing koruptor!!

Secangkir teh manis bekas semalam menemani. Meskipun sudah dingin dan membuat mulut terasa kaku, tetap saja sedikit demi sedikit ditegak untuk menjadi penetralisir nikotin rokok “Djarum Super” yang dihisap. Seperti asap tukang putu, bibir ini selalu manyun saat menghisap dalam rokok. Mantab. List mp3 berputar berulang. Mungkin sudah tiga rit (putaran). Kebetulan sekarang giliran Oasis dengan lagunya STAND BY ME yang terdengar dari speaker laptop pinjaman. Kalau Liam Galagher bisa muncul di layar laptop dia pasti ngomong, “Geus ah urang geus cape nyanyi, diputer-puter wae ti peuting. Biwir urang geus ngabudah. Dibayar hanteu !!!”. Ah itu hanya imajinasi pagi, yang kadang kambuh dan membuat halusinasi akut.

Hoft. Jadi teringat pacar. Sedang apa dia?. Pastinya sedang tidur. Karena ga mungkin dia sudah bangun. Dia bukan pdagang pasar yang selalu sudah stay tune di lapaknya dari jam 3 pagi. Kasian ya tukang dagang. Mudah-mudahan laku!. Amien Yaa Allah. Kalo membayangkan si pacar, mingkin dia lagi ngileur. Lucu juga kalo dia ngorok. Seperti beat box. Oh ya, pacarku baru potong rambut. Dia bilang dia mirip Agnes Monica. Dengan gaya rambut “ngatung” sebatas kuping. Seperti POLWAN. Wah jadi takut kalo malam mingguan ke rumahnya ga bawa SIM (Surat Ijin Mencium). Nanti di piriwit ama orang tuanya.

Mp3 kini beralih ke lagu Hey Jude-nya The Beatles. Jadi kangen. Ga tau sih lirik lagunya tentang cinta atau bukan. Hanya karena lagunya slow aja jadi sedikit melankolis. I missing her. Untuk tulisan pertama ini karena ingin cepat mengakhirinya dan hantu kantuk sudah mengeroyok, saya ingin mengucapkan kepadanya sebuah kata romantic. Saya ingin mengatakan rangkaian kalimat cinta padanya. Dan saya mengucapkan “Bismika allohuma ahya waa bissmika amut” ZzZzZzZ.